Kelahiran seorang anak selalu disambut dengan gembira disertai doa dan harapan. Di tengah ragam praktik yang hidup di masyarakat, satu pertanyaan kerap muncul dan terus diperdebatkan: apakah ketika anak lahir disunnahkan untuk diazani?
Hal pertama yang relatif disepakati adalah anjuran mendoakan bayi agar mendapat keberkahan dan perlindungan dari Allah. Dalam hadis sahih riwayat al-Bukhari, Abu Musa meriwayatkan:
عَنْ أَبِي مُوسَى رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: وُلِدَ لِي غُلَامٌ فَأَتَيْتُ بِهِ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَسَمَّاهُ إِبْرَاهِيمَ، فَحَنَّكَهُ بِتَمْرَةٍ، وَدَعَا لَهُ بِالْبَرَكَةِ، ثُمَّ دَفَعَهُ إِلَيَّ (رواه البخاري)
“Telah lahir anak bagiku, lalu aku membawanya kepada Nabi Muhammad saw. Beliau memberinya nama Ibrahim, kemudian mengunyahkan kurma dan mengoleskannya ke langit-langit mulutnya, serta mendoakannya dengan keberkahan.” (HR. al-Bukhari)
Hadis ini menunjukkan bahwa doa, pemberian nama yang baik, dan permohonan barakah merupakan fondasi awal yang jelas dalam menyambut kelahiran anak.
Doa perlindungan juga memiliki akar kuat dalam Al-Qur’an. Doa istri Imran ketika melahirkan Maryam diabadikan secara eksplisit:
فَلَمَّا وَضَعَتْهَا قَالَتْ رَبِّ إِنِّي وَضَعْتُهَا أُنْثَىٰ وَاللَّهُ أَعْلَمُ بِمَا وَضَعَتْ وَلَيْسَ الذَّكَرُ كَالْأُنْثَىٰ وَإِنِّي سَمَّيْتُهَا مَرْيَمَ وَإِنِّي أُعِيذُهَا بِكَ وَذُرِّيَّتَهَا مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ
“Maka ketika ia melahirkannya, ia berkata: ‘Ya Tuhanku, sungguh aku melahirkannya seorang perempuan,’ dan Allah lebih mengetahui apa yang ia lahirkan, ‘dan laki-laki tidaklah seperti perempuan. Aku menamainya Maryam, dan aku mohon perlindungan untuknya serta anak-anak keturunannya kepada-Mu dari setan yang terkutuk.’” (QS. Ali ‘Imran [3]: 36)
Ayat ini menegaskan bahwa permohonan perlindungan spiritual bagi bayi merupakan praktik doa yang sangat awal, bahkan sejak kelahiran.